Selasa, 26 Mei 2015

Harapku by Lusi Wahyuni



Ringankanlah langkahku untuk mendekatimu
hingga aku berada dalam hatimu,
Mengisi seluruh hatimu dengan cinta ku.

Hati ini kembali berbisik, mengusik ketenangan pikiran yang telah lama kacau. Pena dengan tinta hitam mulai bergerak menyentuh lembut lembaran kertas putih yang sedikit usang karena terlalu lama disimpan. Suasana hening dengan alunan lagu ‘Not With Me’ dari Bondan Prakoso & Fade2Black kesukaanku  mengiringi langkah jemariku malam ini. Goresan sederhana mulai memenuhi helai demi helai. Tak banyak yang aku tulis, karena memang aku bukan seorang yang pandai merangkai kata seperti para penulis yang mempunyai kemampuan membuat kalimat yang panjang kali lebar kali tinggi sedemikian rupa sehingga menjadi seperti sebuah rumus volume tabung yang rumit. Ini hanya aku, kura-kura dalam tempurung yang selalu menyayangimu dengan ketidaksempurnaanku.
Dari sekian banyak hal yang bisa ku lakukan, ini lah yang paling aku sukai. Membuat coretan yang tidak memiliki nilai keindahan di atas lembaran kertas usang yang sudah tidak layak pakai. Ini adalah caraku menghibur hati yang telah lama ku biarkan terpuruk dalam kesendirian.
Kadang aku berpikir, apa guna aku mengahabiskan waktu luangku hanya untuk menulis sesuatu yang bodoh ini. Apa guna aku mengahabiskan tenagaku hanya demi kertas usang ini terisi penuh. Bukankah sebanyak apa pun aku menuliskan apa yang aku rasakan, dia takkan pernah tau? Lalu apa gunanya? Apa aku akan menjadi seorang penulis dengan karya tak pernah orang lain tau? Apa seumur hidupku aku akan mempertahankan perasaan seperti ini? Mencintai seseorang yang mengabaikan aku? Bodoh. Sungguh hal yang bodoh.
Di sudut ruang yang sempit ini, aku hanya bisa duduk terdiam saat teringat masa itu. Masa dimana dia berada di sampingku. Laki-laki yang telah mampu membuatku tersenyum setelah hatiku benar-benar terluka. Sampai aku terjebak di dalam jurang kesedihan yang begitu dalam. Tak ada yang mampu menghiburku saat itu. Sahabatku sampai orang tua ku sendiri pun tak tau harus melakukan apa lagi demi mendapatkan senyumku kembali. Aku seperti orang yang sudah tak mempunyai semangat hidup, kehilangan keceriaan. Jika memungkinkan, bisa saja saat itu aku dimasukkan ke rumah sakit jiwa. Karena jiwaku benar-benar terguncang, saat cinta pertamaku harus pergi untuk selamanya. Perasaan tidak percaya selalu menghantui pikiranku saat aku teringat peristiwa itu. Peristiwa yang sangat mengerikan. Peristiwa yang membuat hati ini sakit. Seperti dihantam benda keras nan besar kemudian disayat dengan benda tajam berulang kali sampai aku sesak dan sulit bernafas. Hanya air mata yang saat itu bisa menggambarkan perasaanku. Mulut tak sanggup lagi berkata, tangan tak sanggup lagi menjamak, kaki tak sanggup lagi melangkah, lemas. Isak tangis yang terdengar pelan namun begitu menyakitkan terdengar di telingaku. Semua orang kehilangannya. Terlalu cepat bagiku. Sungguh terlalu cepat.
Tak ada yang bisa aku lakukan, semua sudah terjadi. Tak ada orang yang mampu menolongku. Hanya do’a, ya, satu-satunya yang bisa aku harapkan hanya do’a untuknya agar dia dapat pergi dengan tenang. Selamat jalan kau kesayangan, selamat tinggal. Sampai bertemu di alam sana nanti. Rhyme in peace.
Satu detik, satu menit, lima belas menit, satu hari, tiga hari, satu minggu, satu bulan. Masih sama. Semua terasa kosong. Hari yang biasa dengannya aku melewatinya. Kini terasa hampa. Tanpa warna tanpa rasa. Sampai pada suatu hari, dia datang dalam hidupku. Dia tidak setampan cinta pertamaku, tapi dia baik dan selalu berusaha untuk ada di sampingku dan menghiburku dikala aku sedih. Tidak pernah membiarkan aku mengingat peristiwa itu lagi. Ya, dia tau semuanya, karena aku pernah menceritakannya. Dia adalah pendengar yang baik. Aku merasa nyaman saat aku berbicara dengannya. Kebiasaannya yang tidak pernah bisa serius kadang membuatku merasa terhibur.
Satu hari, satu minggu sampai satu bulan, kita menjadi teman. Sempat dalam pikiranku terlintas aku ingin memilikinya, namun aku sadar, dia tidak mencintaiku. Karena dia pernah bilang kalau dia menyukai seorang gadis yang ternyata adalah teman sekelasku sendiri, namanya Nabila. Dia gadis yang sederhana, cuek, jutek dan terkenal lumayan tomboy, parasnya pun tak begitu cantik, bisa dibilang dia gadis yang biasa saja. Tapi apalah daya sebuah kecantikan, kalau hati sudah berbicara cinta, cantik pun tak mampu menggoyahkannya. Seperti yang kebanyakan orang bijak bilang, cinta itu buta. Bukan cantik yang membuat orang cinta. Tapi cinta yang membuat orang catik.
Rasa ini, aku tak mempunyai nyali untuk mengungkapkannya. Aku tidak berani menerima kenyataan jika dia akan menolakku saat itu. Hanya bisa menyimpan perasaan rapat-rapat dalam hati.
Setiap kali dia sedang bercerita tentang gadis idamannya itu, hatiku terasa perih. Ingin aku berteriak, Tuhan tidak adil ! Mengambil orang yang aku sayangi dan sekarang menumbuhkan rasa  cinta dalam hatiku pada seorang yang telah mangagumi orang lain.
Perasaan cemburu sering aku merasakannya. Tapi tak ada cara yang bisa ku lakukan untuk tetap dekat dengannya selain menjadi sahabatnya. Hari demi hari semakin lama waktu terus berjaralan dan aku pun mulai terbiasa dengan kondisi seperti ini. Aku mulai bisa mengiklaskan dia untuk yang lain. Karena aku tau, cinta tidak bisa dipaksakan. Cinta itu saling memiliki, namun tidak selalu harus.  


***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar