Ringankanlah langkahku untuk mendekatimu
hingga aku berada dalam hatimu,
Mengisi seluruh hatimu dengan cinta ku.
Hati ini kembali berbisik, mengusik
ketenangan pikiran yang telah lama kacau. Pena dengan tinta hitam mulai
bergerak menyentuh lembut lembaran kertas putih yang sedikit usang karena
terlalu lama disimpan. Suasana hening dengan alunan lagu ‘Not With Me’ dari Bondan
Prakoso & Fade2Black kesukaanku mengiringi
langkah jemariku malam ini. Goresan sederhana mulai memenuhi helai demi helai.
Tak banyak yang aku tulis, karena memang aku bukan seorang yang pandai
merangkai kata seperti para penulis yang mempunyai kemampuan membuat kalimat
yang panjang kali lebar kali tinggi sedemikian rupa sehingga menjadi seperti
sebuah rumus volume tabung yang rumit. Ini hanya aku, kura-kura dalam tempurung
yang selalu menyayangimu dengan ketidaksempurnaanku.
Dari sekian banyak hal yang bisa ku
lakukan, ini lah yang paling aku sukai. Membuat coretan yang tidak memiliki
nilai keindahan di atas lembaran kertas usang yang sudah tidak layak pakai. Ini
adalah caraku menghibur hati yang telah lama ku biarkan terpuruk dalam
kesendirian.
Kadang aku berpikir, apa guna aku
mengahabiskan waktu luangku hanya untuk menulis sesuatu yang bodoh ini. Apa
guna aku mengahabiskan tenagaku hanya demi kertas usang ini terisi penuh.
Bukankah sebanyak apa pun aku menuliskan apa yang aku rasakan, dia takkan
pernah tau? Lalu apa gunanya? Apa aku akan menjadi seorang penulis dengan karya
tak pernah orang lain tau? Apa seumur hidupku aku akan mempertahankan perasaan
seperti ini? Mencintai seseorang yang mengabaikan aku? Bodoh. Sungguh hal yang
bodoh.
Di sudut ruang yang sempit ini, aku hanya
bisa duduk terdiam saat teringat masa itu. Masa dimana dia berada di sampingku.
Laki-laki yang telah mampu membuatku tersenyum setelah hatiku benar-benar
terluka. Sampai aku terjebak di dalam jurang kesedihan yang begitu dalam. Tak
ada yang mampu menghiburku saat itu. Sahabatku sampai orang tua ku sendiri pun
tak tau harus melakukan apa lagi demi mendapatkan senyumku kembali. Aku seperti
orang yang sudah tak mempunyai semangat hidup, kehilangan keceriaan. Jika
memungkinkan, bisa saja saat itu aku dimasukkan ke rumah sakit jiwa. Karena
jiwaku benar-benar terguncang, saat cinta pertamaku harus pergi untuk
selamanya. Perasaan tidak percaya selalu menghantui pikiranku saat aku teringat
peristiwa itu. Peristiwa yang sangat mengerikan. Peristiwa yang membuat hati
ini sakit. Seperti dihantam benda keras nan besar kemudian disayat dengan benda
tajam berulang kali sampai aku sesak dan sulit bernafas. Hanya air mata yang
saat itu bisa menggambarkan perasaanku. Mulut tak sanggup lagi berkata, tangan
tak sanggup lagi menjamak, kaki tak sanggup lagi melangkah, lemas. Isak tangis
yang terdengar pelan namun begitu menyakitkan terdengar di telingaku. Semua
orang kehilangannya. Terlalu cepat bagiku. Sungguh terlalu cepat.
Tak ada yang bisa aku lakukan, semua sudah
terjadi. Tak ada orang yang mampu menolongku. Hanya do’a, ya, satu-satunya yang
bisa aku harapkan hanya do’a untuknya agar dia dapat pergi dengan tenang.
Selamat jalan kau kesayangan, selamat tinggal. Sampai bertemu di alam sana
nanti. Rhyme in peace.
Satu detik, satu menit, lima belas menit,
satu hari, tiga hari, satu minggu, satu bulan. Masih sama. Semua terasa kosong.
Hari yang biasa dengannya aku melewatinya. Kini terasa hampa. Tanpa warna tanpa
rasa. Sampai pada suatu hari, dia datang dalam hidupku. Dia tidak setampan
cinta pertamaku, tapi dia baik dan selalu berusaha untuk ada di sampingku dan
menghiburku dikala aku sedih. Tidak pernah membiarkan aku mengingat peristiwa
itu lagi. Ya, dia tau semuanya, karena aku pernah menceritakannya. Dia adalah
pendengar yang baik. Aku merasa nyaman saat aku berbicara dengannya.
Kebiasaannya yang tidak pernah bisa serius kadang membuatku merasa terhibur.
Satu hari, satu minggu sampai satu bulan,
kita menjadi teman. Sempat dalam pikiranku terlintas aku ingin memilikinya,
namun aku sadar, dia tidak mencintaiku. Karena dia pernah bilang kalau dia
menyukai seorang gadis yang ternyata adalah teman sekelasku sendiri, namanya Nabila.
Dia gadis yang sederhana, cuek, jutek dan terkenal lumayan tomboy, parasnya pun
tak begitu cantik, bisa dibilang dia gadis yang biasa saja. Tapi apalah daya
sebuah kecantikan, kalau hati sudah berbicara cinta, cantik pun tak mampu
menggoyahkannya. Seperti yang kebanyakan orang bijak bilang, cinta itu buta.
Bukan cantik yang membuat orang cinta. Tapi cinta yang membuat orang catik.
Rasa ini, aku tak mempunyai nyali untuk
mengungkapkannya. Aku tidak berani menerima kenyataan jika dia akan menolakku
saat itu. Hanya bisa menyimpan perasaan rapat-rapat dalam hati.
Setiap kali dia sedang bercerita tentang
gadis idamannya itu, hatiku terasa perih. Ingin aku berteriak, Tuhan tidak adil
! Mengambil orang yang aku sayangi dan sekarang menumbuhkan rasa cinta dalam hatiku pada seorang yang telah
mangagumi orang lain.
Perasaan cemburu sering aku merasakannya. Tapi
tak ada cara yang bisa ku lakukan untuk tetap dekat dengannya selain menjadi
sahabatnya. Hari demi hari semakin lama waktu terus berjaralan dan aku pun
mulai terbiasa dengan kondisi seperti ini. Aku mulai bisa mengiklaskan dia
untuk yang lain. Karena aku tau, cinta tidak bisa dipaksakan. Cinta itu saling
memiliki, namun tidak selalu harus.
***